Monday, July 5, 2010

Proses Menjadi Seorang Ibu

Kehamilan Yang Dinanti

Menikah pada saat seminggu sebelum Ramadhan menurut beberapa orang mungkin bukan waktu yang tepat untuk menyegerakan memiliki momongan. Setidaknya itu komentar dari beberapa orang relative kami. Kami memang tidak pernah ingin terburu-buru dalam memiliki anak, namun tidak bisa disangkal bahwa kata kehamilan adalah yang dinanti bagi pasangan baru yang tidak ada alasan kuat untuk menunda, karena salah satu tujuan menikah adalah untuk meneruskan keturunan. Pada kebanyakan keluarga besar, anak bahkan menjadi penentu keharmonisan dalam suatu rumah tangga. Jika sang istri belum hamil dalam jangka waktu yang lama bisa jadi masalah yang rumit dalam keluarga besar. Hal inilah, sadar atau tidak sadar, yang membuat saya dan suami ingin sekali segera hamil pada waktu itu.
Sebulan tampaknya waktu yang diperlukan untuk kami siap menerima kehadiran sang janin bayi. Masih teringat ketika bulan oktober harap harap cemas dikarenakan jadwal menstruasi yang telat. Saking dinantinya, telat dua hari saya sudah melakukan cek menggunakan testpack. Testpack pertama kalau tidak salah menggunakan testpack sensitif yang merupakan salah satu bonus hadiah dari seorang kerabat yang diselipkan di buku hadiah pernikahan kami. Dua garis! tapi masih belum percaya, karena masih muda sekali warnanya. Minggu itu merupakan minggu harap harap cemas bagi kami, sudah banyak testpack yang dibeli, dicoba pagi, siang dan malam. Sempat diliputi rasa kecewa ketika kami bersepeda pagi hari di ragunan (hiburan praktis dekat kontrakan rumah :) ), karena aku merasa sedang datang bulan yang ternyata hanya perasaan saja. Setelah garis semakin menebal, kami putuskan untuk cek ke dokter kandungan, kecewa sekali ketika ternyata belum ada kantung kehamilan dan kami diminta dua minggu lagi datang untuk memastikan sekali lagi. Tidak puas dengan first opinion, kamipun mengambil second opinion ke R.S di daerah Wijaya atas saran seorang teman. Di rumah sakit itulah kami mendapatkan ucapan selamat karena kantung kehamilan ternyata sudah terlihat. Bahagia rasanya, bahkan ketika di taksi kulihat mata suamiku berkaca-kaca, terharu katanya. Senang rasanya kalau melihat dia sedang seperti itu.
Hmm, tapi kekhawatiranku tidak berhenti sampai disana, pernah mendengar istilah kehamilan semu? hamil anggur dan sebagainya? Ya, hal itulah yang masih menggangguku. Masih selalu berfikir worst things that could happen, khawatir ketika dalam kantung itu tiada janin yang berkembang. Jadi, aku terus berkonsultasi dan berdoa tentunya. Alhamdulillah semua berjalan lancar. Hari demi hari kehamilan dijalani, termasuk mual muntah yang tak terprediksi datangnya. Ketika habis tertawa bareng suami, ketika habis minum obat, ketika habis minum cendol, ketika di taksi, ataupun ketika asik bekerja. Semua kelelahan itu sudah saya lupakan. Teringat kata seorang senior di kantor yang harus menunggu lima tahun dan melakukan berbagai program kehamilan untuk mendapatkan seorang putri kecil yang cantik, beliau menasihati kami (aku dan Tina) untuk selalu bersyukur dan tidak mengeluh karena tidak semua orang dapat dengan mudah diberikan anugrah seperti yang telah diberikan kepada kami. InsyaAllah kami akan selalu bersyukur Mba :)
Di kantor, kehamilanku meneruskan estafet dari beberapa kehamilan yang sedang merebak di kantor pada waktu itu. Hal itu membuat kehamilan terasa lebih berarti, sharing sering kami lakukan sebagai sesama BuMil. Bukan itu saja, masukan pun banyak kami terima dari para 'senior' yang sudah terlebih dahulu memiliki anak. Ditambah lagi kehamilan seorang teman dekat di kantor yang menyusul empat bulan kemudian, Alhamdulillah, semuanya jadi terasa lebih excited. Buswaypun serasa mendukung kehamilanku, karena terdapat jalur khusus untuk ibu hamil dari terminal ragunan. Kehamilan tidak menjadi hambatan untuk terus bekerja.

Menjelang Hari Perkiraan Lahir

Perkiraan lahir jatuh pada tanggal 18 Juni 2010, bisa maju atau mundur seminggu. Hasil USG menunjukkan bayi kami adalah bayi lelaki. Kabarnya, untuk kehamilan bayi lelaki, persalinan bisa maju seminggu atau lebih. Akhirnya, aku mengambil cuti pada tanggal 10 Juni 2010 hingga tiga bulan kedepan. Kenyataan yang terjadi adalah rasa mulas itu belum juga menyapa. Semua orang menyarankan memperbanyak jalan kaki. Rasanya saya sudah melakukan "thawaf" alias berputar-putar di berbagai tempat hingga lelah, namun mulas itu belum juga menyapa. Hampir setiap hari selama aku cuti, teman teman, kerabat, saudara menanyakan kabar apakah sudah ada tanda tanda melahirkan atau belum. Dukungan dan saran dari mereka inilah yang sangat berarti selama masa penantian ini. Rasanya semua saran sudah dilakukan, namun dede bayi tampaknya masih betah didalam. Kontrol ke dokter semakin sering, hasil konsultasinya pun beragam dari mulai terasa santai dan menenangkan hingga ada "ancaman" induksi dan bahkan operasi. Namun dokter kandungan kami sangat menghindari menyebut kata-kata operasi, walaupun diwajahnya menampakkan ada kemungkinan itu. Sempat satu kali merasa ingin menangis jika mendengar kemungkinan operasi. Satu kata yang tidak pernah terfikir di otak saya dalam melahirkan seorang anak. Delapan hari berlalu dari masa cuti, hingga akhirnya tiba di hari perkiraan lahir bayi kami. Sebuah saran dari seorang dokter UGD yang menjadi awalan detik detik melahirkan itu tiba.

Detik detik Kelahiran

Sebuah saran yang awalnya tidak terlalu diambil fikir oleh saya dan suami. Walaupun saran tersebut bukan saran yang baru saya dengar, tapi entah kenapa jadi terasa penting karena hari H itu belum juga tiba.
Sabtu, 19 Juni 2010, waktunya untuk kontrol ke dokter kandungan. Ketika bersiap menuju rumah sakit, entah kenapa saya merasa ada sesuatu yang merembes keluar, curiga air ketuban, tapi sedikit sekali. Selama perjalanan, saya merasakan mulas setiap lima menit sekali yang semakin menambah kecurigaan bahwa proses melahirkan akan segera tiba. Tepat ketika sampai di pintu rumah sakit, air ketuban mengucur deras, saya pun segera masuk ke ruang UGD untuk segera dilakukan penanganan khusus. Sejak siang itu saya hanya diperbolehkan berbaring untuk menghindari kehilangan air ketuban yang lebih banyak lagi, karena berbahaya bagi janin di dalam kandungan. Dokter menyatakan akan melakukan operasi jika dalam waktu enam jam tidak ada penambahan bukaan yang sejak siang masih bukaan 1 longgar. Enam jam kemudian, bukaan ternyata masih sama ketika siang tadi. Namun Alhamdulillah, dokter masih mau bersabar menunggu hingga jam sembilan malam. Pemeriksaan lanjutan pun dilakukan, ternyata bukaan bertambah menjadi bukaan dua. Dokter memutuskan untuk menunggu hingga pukul empat pagi, jika bukaan belum bertambah juga, operasi terpaksa dilakukan jam enam pagi karena dikhawatirkan bayi di dalam kandungan mengalami komplikasi akibat pecah ketuban. Menahan mulas selama tujuh belas jam ternyata sangat melelahkan, terlebih karena saya hanya diperbolehkan berbaring. Malam yang terasa panjang, untungnya ada suami dan ibu yang menemani. Pukul lima pagi, ternyata bukaan masih dua. Mungkin sudah ditakdirkan bayi pertama kami dilahirkan melalui proses SC. Sempat menangis ketika akhirnya dengan berat hati, demi keselamatan ibu dan anak, operasi pun disetujui. Proses operasi berjalan lancar hingga akhirnya tangisan bayi itupun terdengar, IMD (Inisiasi Menyusui Dini) tetap dilakukan walau terkesan IMD-IMD an (hanya berlangsung sebentar saja, dan langsung diletakkan di dada oleh suster). Alhamdulillah bayi dan ibu selamat dan sehat, itu yang terpenting bagi kami.

Please welcome, our Athar

Sekarang, melewati hari demi hari dengan kehadiran seorang anggota keluarga baru. Sekarang, bertiga kami melewati siang dan malam yang panjang (akibat begadang). Alhamdulillah, semoga sehat selalu. Mohon doanya.