Dear Readers,
Kali ini ingin berbagi tentang aktifitasku ketika bekerja kembali setelah cuti melahirkan. Hanya ada satu aktifitas tambahan, yaitu memerah asi. Aktifitas ini dilakukan demi memenuhi kebutuhan asupan asi sang buah hati di rumah. Biasanya, para ibu di kantorku melakukan aksinya di toilet (restroom bahasa kerennya) kantor. Untungnya toilet kami sudah masuk kategori office tower bintang lima, kalau tidak, gak akan mau kita perah asi disana. Alhamdulillahnya lagi, terdapat lima orang ibu menyusui (sudah termasuk saya) ketika masuk kembali, sehingga kami sering melakukan aktifitas bersama-sama di sebuah ruangan bernama studio dan ruang make-up. Ruangan tersebut adalah ruangan kosong yang tidak digunakan oleh karyawan, sehingga bisa kami gunakan untuk mengisi botol-botol cinta untuk anak kami. Mimpi kami, memiliki ruangan yang benar-benar khusus diperuntukkan bagi ibu menyusui, semacam ruang menyusui. Ruang tersebut sebenarnya sudah disediakan di wisma mulia lantai.17 tapi itu disebrang gedung city plaza dan menghabiskan waktu jika harus kesana terlebih dahulu. Baru saja diketahui kalau di gedung indosat, terdapat ruang menyusui yang difasilitasi tiga atau empat set alat pumping elektrik, LCD TV, kulkas dll. Wow, perlu dapat apresiasi dari AIMI nih :).
Satu mimpi lagi adalah membuka day care di sekitar kompleks wisma mulia, pasti laku, namun terhambat dana dan banyak faktor untuk merealisasikannya. Inginnya terus bersama anak di rumah, namun masih belum bisa karena plan A belum terpenuhi, maka kami memilih plan B. Selain itu, saya masih percaya mengasuh anak bukan tentang bagaimana caranya tetapi bagaimana kita, orang tua mengupgrade diri sendiri karena otomatis itulah yang akan membentuk anak kita kelak. Jadi, sekali lagi, selama plan A belum terpenuhi, plan B dulu deh dijalani. Plan yang masih bisa menyumbang upgrade diri dan keluarga.
afternoon hangout with the pumping group before tina's maternity leave |
Luluk Lely Soraya, ya kami sudah mengenalnya sebagai vendor di perusahaan kami, namun siapa sangka kalau ternyata beliau adalah duta ASI WHO yang sering melakukan kampanye asi ke berbagai daerah. Beliau juga seorang administrator sebuah milis yang anggotanya banyak dan aktif, ilustrasinya, ketika saya bergabung di milis tersebut, ribuan email langsung memenuhi inbox email saya. Milis tersebut adalah milis sehat yang juga berupaya untuk merasionalkan penggunaan obat di Indonesia yang masih irrasional,contohnya penggunaan puyer yang sudah dilarang diseluruh dunia, tapi masih ada saja di Indonesia, memprihatinkan sekali :(.
Ketika beliau berkunjung ke meja, langsung saja ditodong oleh salah seorang group pumping kami untuk melakukan kelas laktasi dadakan, sambil praktek sedikit tentunya. Di ruang studio, kami melakukan kelas laktasi dadakan yang singkat sekali namun padat, karena kami juga sudah dibekali ilmu laktasi sebelumnya. Informasi yang lebih banyak didapat sebenarnya lebih ke keadaan perspektif masyarakat indonesia tentang asi. Bahkan, dokter anak pun belum memiliki kurikulum tentang asi, padahal bukankah itu makanan utama bayi ketika lahir? sekali lagi, memprihatinkan. Bagaimana hasilnya jika banyak orang tua menyerah memberikan asi, sementara beberapa petugas kesehatan tidak dibekali ilmu untuk meng-encourage para orang tua tersebut? Tugas kita masih banyak untuk mensosialisasikan asi untuk diberikan kepada anak minimal 6 bulan pertama dimasa kehidupannya di Indonesia. Untungnya saya dikenalkan oleh lingkungan yang pro asi, kalau tidak mungkin sudah terjerembab ke lembah susu buatan yang gizinya masih tidak lebih baik dari asi yang didinginkan. ASI itu unik, berbeda untuk setiap ibu dan berbeda untuk setiap umur pertumbuhan bayi, jadi jangan menyerah ya ibu-ibu... :)
Go Fight for ASI, readers :)
Cheers...