Saturday, August 1, 2009

A fragment of life, The Heavenly Couple

Syukuri apa yang ada
Hidup adalah anugerah
Tetap jalani hidup ini
Melakukan yang terbaik

Tak ada manusia yang terlahir sempurna
Jangan kau sesali
Segala yang telah terjadi


Salah satu cara untuk mencari rasa syukur adalah dengan membaca, oleh karena itu saya ingin meresumekan sebuah buku yang bisa menjadi inspirasi bersama, karena based on real story.

Here it is,
The Heavenly Couple
Air mata berburu bahagia

Sebuah kisah tentang Malihe, Majid, Mahdi dan Shaba. Malihe adalah seorang wanita Iran yang telah dinikahi oleh Majid dan memperoleh dua buah hati, Mahdi (a boy) dan Shaba (a girl). Majid adalah seorang lelaki yang kebetulan memiliki keluarga yang bermasalah terkait revolusi yang sedang terjadi di Iran. Setiap kali Majid mencari pekerjaan, dia selalu dikatakan bermasalah akibat perbuatan yang dilakukan saudara-saudaranya dalam pergerakan revolusi di Iran. Pekerjaan apapun akan dilakukannya walau berakhir sama, pemecatan. Malihe berani menerima resiko itu karena dukungan dari ibunya dan janji Majid kepada ayah Malihe untuk mengiyakan syarat apapun, termasuk untuk tidak terlibat dalam revolusi yang sedang terjadi.

Beberapa saudara Malihe mengajaknya tinggal bersama mereka dan meninggalkan Majid yang berada dalam kondisi tidak jelas sama sekali. Malihe tidak tega meninggalkan Majid yang rela meninggalkan profesi sekaligus hobinya, yaitu melukis, untuk menafkahi Malihe dan kedua anaknya. Terlebih lagi ucapan ibunya yang selalu ia ingat "Seorang gadis masuk rumah suaminya dengan pakaian pengantin dan harus keluar dari sana dengan kain kafan".Dia tidak ingin melanggar janji setianya.

Kali ini ia harus berjuang bersama keluarganya untuk menyelundupkan diri keluar dari Iran, agar Majid bisa memperoleh lingkungan yang kondusif untuk mencari nafkah. Sampailah mereka ke sebuah kota asing. Masalah yang dibawa keluarga Majid tidak berhenti sampai di tempat mereka tinggal sebelumnya, ternyata di tempat baru itupun, Majid masih dikejar kejar untuk ikut bergabung dalam kelompok revolusi, yang ternyata di tempat baru tersebut, kakaknya yang pernah terlibat revolusi dan dikabarkan meninggal, masih hidup dan dijadikan salah seorang pemimpin dalam revolusi itu. Majid pun diajak untuk bergabung. Malihe tidak suka akan hal itu, karena tujuan mereka bersusah payah meninggalkan keluarga dan negeri tempat mereka tumbuh adalah untuk menghindari kata kata revolusi yang senantiasa membuat Majid tidak bisa mendapatkan pekerjaan. Walaupun tawaran yang diberikan sangat menggiurkan, namun Majid tetap menjaga niat awalnya untuk pergi ke tempat yang jauh sekali agar tidak dikait kaitkan dengan masalah revolusi dan bisa hidup bersama keluarganya dengan tenang.

Perjuangan demi perjuangan pun terlalui, untuk menyambung hidup mereka sehari hari, Majid melakukan pekerjaan melukis di tempat mereka menginap, tapi tetap saja tidak bisa memberikan masa depan yang jelas karena polisi bisa saja datang dan menangkap mereka karena melakukan aktifitas yang tidak legal, yaitu bekerja tanpa izin bekerja. Sementara itu Malihe dan anak anak berusaha mendapatkan izin dari PBB, turut dalam antrian panjang para imigran yang berniat untuk berimigrasi ke negeri lain, meninggalkan negeri yang sedang kacau balau tersebut.

Ujian terberat yang harus dialami Malihe dan Majid adalah ketika Majid terjebak harus ikut dalam sebuah pergerakan sesat yang memisahkan mereka dan hampir membuat Majid menjadi gila. Akan tetapi semuanya teratasi berkat kepercayaan dan ikatan yang kuat antara mereka. Malihe dan anak anak terpaksa harus kembali ke tempat ia tinggal bersama keluarga besarnya tanpa tahu apa sebenarnya yang terjadi pada Majid. Sementara Majid harus menyelesaikan misinya pada pergerakan sesat tersebut dan berusaha untuk kabur.

Happy Ending, walaupun meninggalkan trauma besar dalam diri Majid, tapi mereka berjanji untuk memulai kembali. Sesuai TagLine buku tersebut, air mata berburu bahagia.
Selamat menikmati buku ini, sebagai khasanah bahwa life is never flat :)

Saturday, June 27, 2009

Medical Informatics itu ...

DEFINISI

Health informatics or medical informatics is the intersection of information science, computer science, and health care. It deals with the resources, devices, and methods required to optimize the acquisition, storage, retrieval, and use of information in health and biomedicine. Health informatics tools include not only computers but also clinical guidelines, formal medical terminologies, and information and communication systems

Terjemah :
"Informatika kesehatan atau informatika kedokteran adalah ilmu yang mengaitkan ilmu pengetahuan informasi, komputerisasi, dan kesehatan. Ilmu ini menangani sumber daya, alat dan metode yang dibutuhkan untuk mengoptimisasi penyimpanan, penerimaan dan penggunaan informasi pada bidang kesehatan dan pengobatan. Aplikasi pada informatika kedokteran dapat berupa aplikasi komputer, guideline, terminologi kedokteran, dan sistem informasi dan komunikasi di arena kedokteran.

Informatika kedokteran (atau informatika kesehatan) adalah disiplin yang berkaitan erat dengan pemanfaatan komputer dan teknologi komunikasi di bidang kedokteran. Edward H. Shortliffe mendefinisikan informatika kedokteran sebagai berikut: "Disiplin ilmu yang berkembang dengan cepat yang berurusan dengan penyimpanan, penarikan dan penggunaan data, informasi, serta pengetahuan biomedik secara optimal untuk tujuan pemecahan masalah dan pengambilan keputusan”. Pakar informatika kedokteran lainnya, Haux mengatakan dengan istilah "systematic processing of information in medicine"

AREA PADA INFORMATIKA KEDOKTERAN

Menurut Shortliffe, subdomain dalam informatika kedokteran (atau kesehatan) adalah sebagai berikut:

* Bioinformatika bekerja pada proses molekuler dan seluler. Riset dan aplikasi bioinformatika memfasilitasi upaya-upaya rekayasa genetik, penemuan vaksin, hingga ke riset besar tentang human genome project.

* Medical imaging (informatika pencitraan) mengkaji aspek pengolahan data dan informasi digital pada level jaringan dan organ. Kemajuan pada sistem informasi radiologis, PACS (picture archiving communication systems), sistem pendeteksi biosignal adalah beberapa contoh terapannya.

* Informatika klinis, yang menerapkan pada level individu (pasien), mengkaji mengenai berbagai inovasi teknologi informasi untuk mendukung pelayanan pasien, komunikasi dokter pasien, serta mempermudah dokter dalam mengumpulkan hingga mengolah data individu.

* Informatika kesehatan masyarakat yang berfokus kepada populasi untuk mendukung pelayanan, pendidikan dan pembelajaran kesehatan masyarakat.

MEDICAL INFORMATICS DI BERBAGAI NEGARA

Diakui, hingga saat ini pusat perkembangan informatika kedokteran berada di Amerika Serikat. Dengan dukungan National Library of Medicine (NLM) yang memberikan grant bagi institusi untuk mengembangkan program pendidikan serta riset informatika kedokteran, disiplin baru di kedokteran tersebut berkembang dengan pesat di AS. Kini, puluhan program S2 informatika kedokteran diselenggarakan di AS. Selain di AS, program graduate informatika juga dikembangkan di negara Eropa, di antaranya Belanda, Jerman, Perancis, dan Swedia.

Di wilayah Asia Pasifik, baru Australia, Jepang, dan Korea yang sudah memasukkan informatika kedokteran dalam kurikulum pendidikan dokter. Namun, di wilayah lain seperti Eropa, sama sepert AS, informatika kedokteran sudah menjadi bagian dalam kurikulum pendidikan dokter dengan berbagai variasi. Di Jepang, informatika kedokteran sudah menjadi bagian dari departemen klinik, karena peranannya yang besar sebagai decision support system untuk pengambilan keputusan medik serta sistem informasi rumah sakit. Sementara, di Bosnia Herzegovina, informatika kedokteran masuk ke dalam bagian non-klinik atau public health. Ada kecenderungan bahwa semakin maju perkembangan dan riset informatika kedokteran, posisinya di lingkungan klinik akan semakin diterima.

MEDICAL INFORMATICS di INDONESIA

Indonesia merupakan Negara yang aktivitas kedokteran informatikanya sering luput dari percaturan di dunia. Meskipun banyak kegiatan dalam bidang ini yang telah dilakukan oleh praktisi-praktisi di Indonesia, tetapi pelaporannya ke organisasi seperti APAMI/IMIA masih sering on-off. Kadang-kadang dilaporkan, kadang-kadang tidak. Oleh karena itu, sampai berita ini diturunkan status Indonesia masih dianggap sebagai pengamat atau observer saja. Mudah-mudahan ke depan, Indonesia bisa tetap eksis untuk selalu melaporkan aktivitasnya sehingga bisa memperoleh dukungan dari APAMI (Asia Pasific Association for Medical Informatics) maupun IMIA (International Medical Informatics Association)

*dari berbagai sumber
Source :
-- wikipedia --
-- http://www.tempo.co.id/medika/arsip/062001/pus-3.htm --
-- http://www.info-dokter.com//index.php?option=com_content&task=view&id=25&Itemid=1 --

OPINI PENULIS

Seiring dengan banyak terjadinya malpraktek, kritikan terhadap pelayanan rumah sakit baik itu terhadap elemen yang terdapat di dalamnya (perawat, dokter), maupun pelayanan sarana prasarana , diperlukan sebuah ekosistem dunia kesehatan di Indonesia yang dibantu oleh sebuah sistem pendukung pengambilan keputusan medik ataupun guideline komprehensif pelayanan kesehatan yang dapat dijadikan pedoman bagi seluruh pelayan kesehatan di Indonesia.

Ketika kasus Prita dengan rumah sakit OMNI menjadi perhatian bagi masyarakat, terlihatlah betapa "berantakannya" dunia kesehatan di Indonesia. Bahkan, momen ini dijadikan alat untuk mendesak segera diselesaikannya Undang Undang keperawatan di Indonesia yang tidak kunjung selesai dengan ancaman para perawat akan melakukan aksi mogok kerja. Yang lebih mengejutkan lagi adalah kenyataan bahwa rumah sakit OMNI yang dengan leluasanya menggunakan label internasional padahal belum lulus uji kelayakan untuk dikatakan rumah sakit bertaraf internasional.

Dari keempat area informatika kedokteran diatas, tampaknya masih jauh untuk dapat memajukan bioinformatika di Indonesia. Adalah sebuah mimpi besar tercapainya pengobatan penyakit keturunan dengan penelitian yang mengawinkan ilmu bioteknologi dan bioinformatika di negeri ini. Kalimat tersebut bukanlah sebuah kalimat pesimis, namun berkaca pada realita yang ada, sehingga tampaknya Indonesia baru bisa memulai kemajuan ilmu pengetahuan ini pada dua area terakhir. Mampukah kita menjawab tantangan ini? Informatika kedokteran adalah ilmu yang memiliki peluang untuk terus berkembang pesat kedepannya. Indonesia, jangan sampai ketinggalan :)

Sunday, June 21, 2009

a Business Process

Few weeks ago, i followed a validation of IT Business Process (specified for my company) workshop held by HR.

Along the workshop, we were explained about framework for TelCo business process. This is new thing for me, since i only know one framework, SDLC (Software Development LIfe Cycle) for software development framework.

eTOM is a standard business process for telecommunication industry. In the other words, it is a framework for telecommunication industry.
Not intending to proud IT Dept in our company, we are a step ahead on implementing a standard business process of our jobs, called ITIL (IT Infrastructure Library), a framework for IT-Telco (there will be different framework for another IT). Meanwhile, the company itself is just about to implement eTOM, which ITIL should be a part of it.
The goal is to simplify, make an efficient and effective of process in a company, which refer to the company continuity.




I am thinking of making a framework for my life,, hohoho.. maybe there are several process es should be erased or simplified. Can you define a standard process of a human life ? Let say, eating, sleeping, doing sport, entertaining, working, praying, metabolism process or we can add learning. we can breakdown the process into deeper level by defining what kind of suplement in the food, what kind of sleep, what kind of entertain which give you a positive effect, how is the metabolism should be worked based on body consumption, etc, etc.. And like a financial planning, which is mapped the money input and output, we can put a percentage to the process mapped into 24 hours of time.
Or maybe, you can make a framework of your family that can be breakdown into SOP (Standard Operational Procedure) and jobdesk to every member of a family. It should be unique for each family. Sounds good to be tried, maybe we will have an efficient and effective life ever.

Wednesday, April 29, 2009

Friday, April 24, 2009

Cost of Waiting

Have you ever count how much the cost of waiting?
Is it relative or countable?


Waiting consists of several element :
1. Time, (of course)
2. Energy
3. money
4. opportunity

If you want to count waiting as Speed for wireless browsing, you can count the cost to get the HSDPA speed compare to GPRS one. Here are the cost (all in rupiahs) :
1. Modem : around 1.5 million
2. Space to get HSDPA Network :
a. Lucky if you are already in the network : 0
b. You need to go to somewhere else which is costed, let s say : 20 thousand (for around Jakarta
c. It is very rare to get 3.2 Mbps, unless you don't want to share your network to other. But if you are very rich, you can get your own BTS costed : (anyone can help? i don't know the cost). We can ignore this, only "crazy" person will do this solution
3. The cost of the service : 125 thousand (Telkomsel Flash unlimited and if you already have HALO card)

So, the cost of waiting based on wireless speed internet connection is around 1,645 million rupiahs.

Waiting is 1,645 million rupiahs

Another comparison, waiting in the middle of traffic jam while you are going home to coastal areas of Jakarta from the central of Jakarta.
The cost is :
1. House pricing around the central of Jakarta, let say : 1 billion
2. or maybe, you need a Helicopter to get home, so you need :
a. a Helicopter
b. a Helipad
c. Helipad parking in the office
d. The gasoline
For this option, i am so sorry, cause i dont have the data. But it seems impossible for human in general, so let s just forget this cost.

The minimum cost for waiting based on traffic jam is 1 billion rupiahs.

Waiting is 1 billion rupiahs.

We can't have a default cost for waiting. But it doesn't mean we can't count it. We can do count by analyze the cost to our body. Waiting for the browsing page show up and waiting in the traffic jam cause something to our body called stress. How much this stress effects our body functionality? How much the DNA mutated caused of waiting?
And the cost is how we can get all the loss body functionality back and how the DNA combination comes back to where it is.
I think we can take this as first formula cost of waiting. So, who want to be the first to count?
Or maybe, there already the one who made up to count, scientifically.

We need this formula. Our country need it. So, next time, if you want to wait or make someone else waiting, you can count it and compare between the cost and the result. If it is profitable, then just wait :) if it is not, why you have to wait?

Thursday, April 9, 2009

Hingar Bingar Pesta Demokrasi

Tak terasa, lima tahun sudah berlalu semenjak terakhir saya memilih para wakil rakyat. Hasilnya? mungkin tidak terlalu signifikan, kurang revolusioner. Tapi kalau menginginkan sesuatu yang revolusioner harus ada pengorbanan yang luar biasa. Selain itu, memerlukan momentum yang luar biasa pula. Contohnya? Tragedi Mei 1998, tapi sayang sekali kurang termanfaatkan dengan baik sehingga hasilnya kurang terasa saat ini. Walaupun, ketika momentum itu terjadi, saya hanyalah seorang anak SMP yang tidak tahu dunia politik. Yang saya ingat Soeharto akhirnya turun dan Pak Habibie salah pidato :). Yang saya ingat saya hanya bisa berdiam diri dirumah dengan kondisi mencekam khawatir kerusuhan menghinggapi daerah saya. Satu hal lagi yang saya ingat, kakak saya terjebak di perjalanan pulang ke rumah sepulang sekolah dan Alhamdulillah tidak terjadi apa -apa padanya.

Kali ini, pemilu pertama dengan metode baru, mencontreng. Apakah ini sebuah kepedean pemerintah bahwa masyarakat Indonesia sudah bisa baca tulis semua? sudah terbiasa menggunakan alat tulis semua? Entahlah.
Kali ini pula, untuk lembaran DPRD di Jakarta memakan dua lembar kertas ukuran gigantium *berlebihan :) , yang ada di pikiran saya, partai kok makin banyak ya? apakah sekarang pemilu sudah menjadi momen pembukaan lapangan kerja di kursi dewan perwakilan? Kalau melihat renumerasi yang ditawarkan, lumayan juga, cukup untuk menggantikan penghasilan para artis sehingga mereka mau meninggalkan dunia keartisannya demi kursi kursi itu. Tapi, apakah karena itu? Entahlah *untuk kedua kali.

Yang jelas saya sangat sedih melihat teman-teman saya yang tidak memperoleh hak mereka untuk menyuarakan aspirasinya. Satu suara sungguh berarti, karena banyak kemungkinan dari satu suaru itu, dipergunakan, disia-sia kan, atau digunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Meminjam istilah teman saya, mereka yang tidak mendapatkan hak pilih tapi ingin memilih adalah orang-orang yang dipaksa GOLPUT.
Adakah sistem yang memungkinkan perantau memperoleh hak suaranya?
Adakah sistem yang memungkinkan pemilih menggunakan hak suaranya berdasarkan tempat tinggalnya saat itu?

Saya mengerti, Indonesia adalah sebuah negara yang memiliki wilayah sangat luas dan terdiri dari pulau-pulau. Saat otonomi daerah mau diberlakukan, saya sangat senang mendengarnya. Akan tetapi, siapkah para SDM di tiap daerah tersebut? Bagaimana dengan konsep negara bagian?
Jika SDM sudah siap dan tersebar merata, saya akan menyambutnya dengan senang hati. Jakarta tidak akan lagi terkenal dengan kemacetan dan polusinya, lengkap dengan asesoris peminta mintanya.
Dengan demikian, saya akan tenang bekerja di Jakarta :)

Sebuah PR besar untuk Indonesia.