Beberapa waktu lalu, tepatnya tanggal 17 dan 18, menyempatkan diri mengunjungi suatu kota di sudut sumatra yang bernama Bengkulu. Tidak lain, hanya ingin memenuhi undangan pernikahan seorang sahabat dekat seangkatan sejurusan :) Bersama seorang sahabat lainnya, kami menginjakkan kaki pertama kalinya di bengkulu. Sebuah kota kecil ternyata, cenderung sepi dan kurang dinamis. Bahkan taksi pun tak ada. Walhasil, kami bingung, setibanya di tempat, banyak yang menawarkan taksi, namun tak satupun taksi terlihat. Ternyata, taksi yang dimaksud adalah mobil sewaan. Untungnya kota bengkulu termasuk kota aman, tidak seperti di palembang (berdasarkan informasi si supir dan tampaknya begitulah adanya), jadi tidak masalah untuk menaiki alat transportasi yang satu ini menuju tempat calon pengantin.
Kami tiba lebih cepat dari yang diperkirakan, sehingga masih banyak waktu untuk berinteraksi dengan calon pengantin di kamarnya. Berinteraksi disini bisa juga dikatakan berfoto bersama :). Interior sangat khas sumatra barat, berhubung kedua calon mempelai berdarah sama, darah padang. Interior yang khas ini membuat teman saya lebih semangat lagi untuk berfoto ria. Menunggu cukup lama, hingga fotografer pernikahan pun didatangkan ke KP (kamar pengantin) untuk mengambil momen sejenak sebelum ijab kabul.
Acara Ijab kabul berlangung lancar. Akhirnya prosesi serah terima anak perempuan dari seorang ayah ke mempelai pria telah selesai. Saatnya untuk menikmati hidangan karena lambung sudah memohon diberikan bahan makanan untuk diproses menjadi glukosa karena jam sudah menunjukkan sekitar pukul 12. Kemudian, kami melakukan sedikit ramah tamah dan foto2x setelah prosesi akad nikah. Setibanya di penginapan, kami tak sanggup melanjutkan acara mengunjungi pantai. Dengan kondisi badan yang tidak fit, kami memutuskan untuk beristirahat saja.
Keesokan harinya, kami memutuskan untuk membayar hutang kami kemarin, pagi-pagi menuju pantai panjang yang terletak tepat di kota bengkulu ini. Pantai sepanjang 8 kilometer ini bisa dikatakan cukup natural karena belum dimanfaatkan maksimal sebagai pantai wisata dan tentunya belum tercemar oleh wisatawan luar negeri. Perjalanan menuju pantai sungguh dipenuhi dengan lika liku. Karena kami tidak mengetahui tempat persis dan tidak ingin mengganggu sang pengantin baru, berbagai usaha kami lakukan. Berbekal informasi pantai yang hanya berjarak 500KM (tanpa mengetahui secara persis 500KM itu sebenernya seberapa jauh sih?) dan bisa ditempuh dengan berjalan kaki, perjalanan dimulai. Sebelumnya bertanya dengan penduduk setempat tentunya dengan bahasa indonesia. Entah mengapa yang ditanya menyahut pertanyaan teman saya tapi menggunakan bahasa yang tidak dikenal, ternyata dia tidak bisa bahasa indonesia (kenapa tidak bilang dari awal *dalam hati, kata temen saya* :D )
Transportasi becak tampaknya patut dicoba, malas untuk jalan sebenarnya.. tapi terjadi sesuatu yang membuat kita memutuskan untuk tidak coba-coba menggunakan transportasi itu. Perjalanan setelah simpang lima ternyata cukup melelahkan, mengapa kami tak sampai2x. Tanpa disengaja, melihat rumah fatmawati -istri soekarno-, patut untuk kami ambil gambarnya. Sebuah rumah panggung khas sumatra.
Siangnya, kami melanjutkan untuk mengikuti walimahan sang pengantin. Dengan budaya minang, sang pengantin tampak cantik sekali. Kebahagiaan terpancar sempurna dengan dominansi merah emas di seluruh dekorasi dan pakaian pengantin. Tarian piring meyambut kedatangan mereka berdua. Anak-anak kecil dengan lihainya bernari. Alhamdulillah, berarti adat masih memiliki generasi penerus. Menurut saya, tarian tradisional indonesia jauh lebih menarik dibanding break dance ataupun modern dance yang diminati kaum muda zaman sekarang.
Setelah prosesi itu, kami melanjutkan perjalanan menuju rencana selanjutnya. Teman SMA sandra menawarkan berkunjung ke rumah pengasingan soekarno di bengkulu. Mengiyakan untuk mampir sebentar, menemukan banyak spot menarik,
termasuk foto-foto beliau bersama keluarga. Ternyata istri pertamanya adalah bu Inggit yang kelahiran sunda, bukan bu Fatmawati yang kelahiran bengkulu (baru tahu saya).
Sorenya, mencoba menangkap gambar sunset dan bermain-main kembali ke pantai. Ternyata, sore hari lebih ramai dibanding pagi hari. Banyak penduduk setempat bermain bola dan sebagian berendam di pantai menikmati hembusan ombak di tubuh.
Tertanda, Nit-Ulya